Rabu, 23 September 2009

Bersedekahlah untuk menjadi Kayaa..

Miskin karena Bersedekah?


Miskin karena Bersedekah?WORDPRESS.COM/ILUSTRASI

Tidak ada alasan bagi orang beriman untuk enggan bersedekah. Sebab, kendati terasakan berat, bersedekah merupakan ciri paling kentara dari keimanan yang sahih. Untuk bersedekah, seseorang harus mampu mengalahkan perasaan owel (rasa kepemilikan) karena mengikhlaskan sebagian rezekinya untuk pihak lain. Jika tidak karena adanya keyakinan yang mantap atau harapan keuntungan yang kekal di akhirat kelak, sungguh seseorang akan enggan bersedekah.

Berbeda dengan amalan lain sebagai ciri keimanan yang sahih seperti shalat dan puasa. Pada kedua amalan yang lebih bersifat individual ini tidak perlu ada rasa bekorban kepemilikan, cukup dengan bekorban waktu selain kemauan. Untuk bersedekah ini sungguh terasakan lebih berat sehingga akan lebih jarang diamalkan dibandingkan dengan shalat dan puasa. Oleh karena itu, sekalipun seseorang sudah menjalankan shalat dan puasa tetap perlu dipertanyakan keimanan sahihnya jika yang bersangkutan masih tetap enggan bersedekah.

Dalam sejarah Islam kita kenal Fatimah Az-Zahra ra yang ikhlas bersedekah seuntai kalung warisan kepada musafir yang kehabisan bekal dan tiga hari tidak makan karena tidak ada lagi barang yang layak dijual. Dengan kalung tadi si musafir menjadi cukup bekal setelah menjualnya kepada Abdurrahman bin Auf ra.

Tetapi, begitu mengetahui keikhlasan Fatimah dalam bersedekah, segera Abdurrahman menghadiahkan kalung tadi kepada Nabi saw, ayahanda Fatimah, pemilik awalnya. Bisa ditebak, akhirnya kalung itu pun kembali ke tangan Fatimah setelah melewati tiga orang sebagai hadiah dan tercatat sebagai amalan sedekah.

Sungguh, bersedekah secara ikhlas akan mendapatkan ganti. Ini tidak saja ada dalam tarikh terdahulu. Dalam kehidupan nyata di lingkungan kita pun demikian halnya. Orang yang banyak bersedekah justru rezekinya melimpah, kehormatannya tinggi, dan harta kepemilikannya diakui bahkan dijaga keselamatannya oleh orang lain.

Agaknya belum pernah tercatat orang yang banyak bersedekah berakibat miskin. Sungguh dengan bersedekah kekayaannya bertambah, berlipat. Ibarat orang mendapat mangga, maka yang dimakan cukup dagingnya sedangkan bijinya harus disisihkan, ditanam hingga kelak akan menjadi pohon yang berlipat-lipat buahnya.

Untuk bersedekah, tidak ada ketentuan jenis barangnya (QS 2:267), tidak juga ditentukan jumlahnya (QS 3:134), tidak pula sasaran penggunaannya (QS 2:215). Artinya, benar-benar terserah sesuai kondisi orangnya. Itu jika bersedekah harta. Bagaimana jika kita kekurangan harta benda?

Hadis Nabi riwayat Bukhari-Muslim menyebutkan bahwa bisa juga bersedekah tanpa materi. Berzikir, berdakwah, mendamaikan perseteruan, berkata yang baik, membuang duri dari jalanan, membawakan beban orang lain, bahkan tersenyum pun bisa bermakna sedekah. Masihkah kita enggan bersedekah setelah kita mengaku beriman sahih? Wallahu a'lam bish shawab. ahi

Hidayah Allah swt hadir di hatinya..

Yudi Mulyana: Hidayah di Ujung Fajar

By Republika Newsroom
Senin, 14 September 2009 pukul 08:50:00
Font Size A A A
Email EMAIL
Print PRINT
Facebook
Bookmark and Share
Yudi Mulyana: Hidayah di Ujung Fajar

Sejak memeluk Islam, ia ingin bertemu ketiga anaknya yang dibawa pergi keluarganya.

Suara azan Subuh menyayat-nyayat hati Yudi Mulyana, pendeta yang juga staf pengajar agama Kristen di sebuah sekolah dasar di Cirebon, pagi itu. Jantungnya berdegup kencang. Ia limbung dan roboh.

''Saya tak tahu apa yang terjadi dengan diri saya pagi itu,'' ujarnya sambil menceritakan kejadian di pengujung Agustus 2008. Padahal, ia memang terbiasa bangun pagi, berbarengan Subuh. Melakukan doa pagi dan membaca Alkitab adalah aktivitas rutinnya membuka hari.Namun pagi itu, ia seolah lumpuh. Meski panik, ia mencoba tenang. Yudi membuat banyak asumsi untuk menghibur diri. Namun, tak satu pun mampu menolongnya.

Hatinya menjadi tenang setelah membuka saluran televisi menyaksikan acara zikir yang dipimpin oleh Ustaz Arifin Ilham. Ia berkomat-kamit mengikuti zikir yang dibacakan jamaah Arifin di layar televisi. ''Tuhan, apa yang terjadi dengan diri saya,'' tuturnya. Kalimat Thayyibah menenteramkannya hingga ia bisa bangkit dan kembali berjalan.

Yudi mencari permakluman bahwa fisiknya terlalu capek. Kuliah S-2 Teologi di sebuah perguruan tinggi di Bandung, sementara dia tinggal di Cirebon, menyita perhatian dan energinya. ''Besok juga sembuh,'' pikirnya kala itu.

Namun, kendati fisiknya sudah segar, ia kembali mengalami peristiwa yang sama keesokan harinya. Bahkan, setiap kali mendengar suara azan, tubuhnya bergetar. Di waktu lain, hatinya gelisah setiap kali menyentuh Alkitab.Pada pekan yang sama, ia menemui Ustaz Nudzom, putra ketua Majelis Ulama Indonesia Kabupaten Cirebon. Ia menceritakan pengalamannya. Komentar Nudzom saat itu, ''Anda mendapat hidayah.''Mendengar jawaban itu, hati Yudi berontak. ''Tuhan, saya tak ingin menjadi Muslim,'' ujarnya.

Bersyahadat
Pengalaman di ujung fajar itu selalu menghantui pikiran Yudi. Ia makin merasa tak nyaman berada di gereja. Anehnya, hatinya menjadi adem saat melintas di depan masjid atau secara diam-diam masuk ke area masjid.Puncaknya, tanggal 7 Agustus 2008 saat sedang mengajar, ia mendengar suara azan seolah berkumandang di telinganya. ''Timbul keinginan yang kuat dari dalam diri saya untuk membaca syahadat,'' ujarnya.

Ia segera menemui Dra Hj Sri Hayatun, kepala sekolah tempatnya mengajar. Sri keheranan dengan sikap Yudi. Di Cirebon, ia dikenal sebagai guru dan pendeta militan. Sepak terjangnya selama ini membuat ratusan Muslim sukses dimurtadkan (keluar dari Islam).Dia kemudian diantar ke Kantor Departemen Agama Kota Cirebon. Bahkan, salah seorang pejabat di kantor itu menyarankannya untuk pulang dan berpikir sungguh-sungguh. ''Berpindah keyakinan bukan perkara main-main,'' kata pejabat Depag tersebut sebagaimana ditirukan Yudi.

Namun, tekadnya sudah bulat. Bahkan, telepon mamanya yang meminta Yudi untuk mengurungkan niatnya, diabaikannya. ''Meski saya menjadi Muslim, saya tetap akan menjadi anak mama,'' jelasnya kepada perempuan yang melahirkannya di ujung telepon.

Maka siang itu, dibimbing oleh KH Mahfud, ia bersyahadat. Dan, berita pendeta menjadi Muslim segera tersebar ke seantero kota. Saat pulang, ia menjumpai rumahnya sudah kosong. Istrinya yang mendengar kabar itu segera mengungsikan diri dan anak-anaknya ke Indramayu. Surat cerai dilayangkan dua bulan kemudian.


Lima hal
''Saya melakukan pencarian teologis setelah saya bersyahadat,'' kata Yudi. Ia memulai dengan pertanyaan, Apakah ajaran semua agama sama? Kalau sama, harus jelas di mana persamaannya dan pasti. Kalau ada yang berbeda, juga harus jelas perbedaannya.

Dari hasil penelusurannya, sedikitnya Yudi menemukan ada lima persamaan ajaran agama-agama besar, yaitu harus menyembah Tuhan; mengenal konsep dosa; hidup adalah mencari jalan ke surga; harus berbuat baik; dan ada kehidupan setelah kematian. Setelah diteliti lagi, kata dia, ternyata hanya temanya saja yang sama, tetapi ajaran dan konsepnya berbeda.

''Saya mulai bertanya, jadi Tuhan itu satu atau banyak?'' ujarnya. Maka, ia mempersempit persoalan, hanya tentang konsep keesaan Tuhan dan soal pengampunan dosa. Ajaran Islam dan Kristen tentang kedua hal itu pun dipersandingkan.Dalam Kristen, Adam dan Hawa yang terusir dari surga meninggalkan dosa warisan bagi anak cucunya. ''Berarti proses pengampunan Tuhan tidak tuntas,'' ujarnya. Padahal, Tuhan tentulah bukan pendendam seperti sifat makhluk-Nya.

Dalam Islam, ia menemukan hal yang beda. Manusia terlahir dalam kondisi fitrah. Dia menjadi khalifah Tuhan di muka bumi dan menjadi rahmat bagi seluruh alam.Ia juga dibuat terkagum-kagum dengan asmaul husna . ''Tuhan itu satu, tapi Dia mempunyai 99 nama yang melambangkan sifat-Nya,'' ujarnya.'Perilaku Tuhan' dalam Islam, kata dia, melambangkan nama-nama itu. '' Kenapa Allah menghukum, karena dia mempunyai sifat Adil. Namun, Dia juga pemaaf Ghafurjuga rahman dan rahim,'' tambahnya.Ia makin yakin dengan pilihannya. ''Hanya Islam yang konsep ketuhanannya bisa dipahami secara rasional,'' ujarnya.


Giat berdakwah
Kini, hari-hari Yudi Mulyana diwarnai dengan berbagai kesibukan dakwah. Dia memberi testimoni dalam dakwahnya ke berbagai kota di Indonesia. Saat Republika menemuinya di Jakarta, Yudi baru beberapa hari pulang umrah. Sebelumnya, ia selama seminggu berada di Provinsi Riau.''Saya ingin menebus dosa-dosa saya telah memurtadkan sekian banyak orang dengan menjadi pendakwah,'' ujarnya.

Ia menyebarkan pesan-pesan Islam kepada siapa saja yang ditemuinya. ''Saya selalu bilang, Anda semua beruntung menjadi Muslim sejak awal. Islam itu agama agung yang ajarannya sangat masuk akal.''Dia mencontohkan dirinya, yang harus kehilangan keluarga karena pilihannya menjadi Muslim. Bukan perkara mudah, karena selama lebih dari 10 tahun perkawinannya, tak pernah ada gejolak dalam rumah tangganya. ''Kami keluarga yang hangat,'' ujarnya.

Yudi selalu berkaca-kaca kalau menceritakan anak-anaknya. Dia dan anak-anaknya kini dipisahkan. Meski kini dia telah memiliki keluarga baruia menikah dengan seorang Muslimah asal Cirebonkerinduan pada buah hatinya tak pernah pupus.Ada satu mimpinya, Yudi ingin menjadi imam shalat bagi ketiga buah hatinya. ''Saya ingin sekali ketemu mereka dalam Islam,'' ujarnya terbata-bata.

Mengkristenkan Orang dalam 1,5 Jam

Yudi Mulyana termenung sejenak ketika ditanya orang Islam yang berhasil dimurtadkannya. ''Sudah tak terhitung jumlahnya,'' jelasnya. Apalagi, mereka yang berhasil dimurtadkan itu biasanya juga aktif melakukan pemurtadan terhadap orang-orang yang ada di sekitarnya. Sebelum menempuh pendidikan S-2, aku Yudi, metode yang dikembangkan untuk memurtadkan orang masih menggunakan metode konvensional. ''Bersahabat, membantu, lalu diajak masuk Kristen. Itu cara yang sudah sangat kuno,'' ujarnya.

Fokus pada anak-anak
Ia dan rekan-rekannya kemudian mengembangkan sistem baru untuk menarik jamaah. Caranya adalah dengan 'masuk' ke alam pikiran orang yang bersangkutan, mengguncangkan keimanannya, dan mengajaknya kepada cahaya, agama baru yang dibawanya.

Secara khusus, Yudi mendalami dan mengembangkan teori untuk menarik remaja dan anak-anak berpindah keyakinan. Untuk anak SD, misalnya, ada metode yang disebutnya 'Buku Tanpa Kata'. Dalam buku itu, hanya ada lima warna yang menyimbolkan keyakinan. Sampai di satu titik, sang anak akan dibimbing pada satu warna yang merujuk pada agama yang ditawarkannya. Dan, hanya dalam waktu singkat, ia berhasil memurtadkan anak-anak itu. ''Hanya dalam 1,5 jam saja, mereka sudah siap untuk meninggalkan agama lamanya,'' jelasnya.

Bersama komunitasnya, Yudi aktif mengembangkan metode-metode baru Kristenisasi. Motode ini lahir dari beragam praktik yang dilakukan di lapangan. ''Secara berkala kami berkumpul untuk melakukan evaluasi.''Demi mengemban misi 'menggarap' anak-anak pula, Yudi rela untuk menjadi pegawai negeri dan mengajar di sekolah dasar. ''Sungguh, awalnya saya stres mengajar anak-anak. Biasanya saya mengajar mahasiswa dan para misionaris dewasa,'' tambahnya.

Namun, Yudi dinilai sukses mengemban misi itu. Anak-anak yang berhasil dimurtadkannya, disiapkan untuk menjadi misionaris kecil. Biasanya, begitu masuk kelas 4 SD, mereka diberi materi-materi dasar. ''Begitu mereka kelas 5 dan 6 SD, mereka mulai militan. Mereka sudah bisa menarik teman-teman sebayanya untuk pindah agama,'' jelasnya.

Ia saat itu meyakini, tugas menyebarkan agama bukan hanya tugas rohaniawan, tapi juga seluruh jamaah. ''Jadi, yang awam pun harus dimobilisasi untuk menjadi penyebar agama,'' jelasnya.Dasar pemikirannya, kata Yudi, sederhana saja, yaitu bahwa seekor domba itu hanya akan lahir dari domba juga, bukan gajah atau yang lain. ''Jadi, yang bisa mengajak seseorang kepada iman yang kami yakini saat itu, ya orang dari komunitas itu,'' katanya.

Maka, selain anak-anak SD, ia juga mengader tukang becak, buruh pabrik, hingga karyawan. ''Merekalah yang nantinya akan menjadi penyeru di lingkungan mereka,'' tambahnya.Ia juga menemukan sendiri metode yang disebutnya 'aliran hidayah'. Intinya, setiap hari ia mewajibkan dirinya untuk bercerita tentang ajaran agamanya saat itu. Perkara orang yang diajak bercerita itu berpindah agama atau tidak, biarkan hidayah yang bicara. ''Dalam satu hari, saya harus menyiarkan syalom minimal pada satu orang,'' ujarnya.

Setiap Muslim itu dai
Kini, setelah menjadi Muslim, metode yang ditemukannya itu pun digunakannya. Dalam sehari, minimal ia berdakwah pada satu orang. ''Kata ajaran agama kita, sampaikan walau hanya satu ayat,'' ujarnya mengutip hadis Nabi SAW.Menurutnya, tak harus menjadi dai untuk bisa mendakwahkan Islam. Setiap Muslim, kata dia, bisa menjadi penyeru (dai). ''Setiap Muslim adalah misionaris bagi agamanya,'' ujarnya.

Ia mengkritik lemahnya umat Islam dalam soal ini. Semestinya, setiap Muslim menjadi public relation bagi agamanya, karena sesungguhnya hanya Islam-lah agama yang konsep ketuhanannya bisa dipertanggungjawabkan, bahkan secara rasional. ''Jangan hanya karena yang lain dan dengan alasan menegakkan toleransi, mereka justru mendangkalkan akidahnya sendiri,'' ujarnya. tr/taq

Minggu, 06 September 2009

TELUR RASA UDANG W5AH..

Alergi Telur? Coba yang Satu Ini!
Thursday, 09 July 2009

Ambar Turatminah, Telur Asin Rasa UdangTelur asin bagi mereka yang menyukainya tetapi mengidap penyakit-penyakit tertentu, bak buah simalakama. Tapi, Ambar memberikan solusinya dengan “menciptakan” telur asin yang sehat. Russanti Lubis

Siapa pun mengetahui jika telur asin itu lezat. Tapi, di satu sisi lauk ini akan terasa membosankan, jika rasanya hanya asin. Di sisi lain, telur yang berwarna biru pucat ini, akan menjadi buah simalakama bagi mereka yang menyukainya, namun sedang terganggu kesehatannya. Karena, seperti diketahui, telur mengandung kolesterol dan lemak tinggi, yang berbahaya bagi para penderita penyakit hipertensi, kolesterol tinggi, atau asam urat.

Namun, Ambar Turatminah tidak kekurangan akal. Pengusaha telur dari Cilincing, Jakarta Utara, ini pada sekitar tahun 2003–2004, dengan modal Rp1 juta, berinisiatif membuat telur asin rasa udang. Kebetulan, di lingkungan rumahnya banyak terdapat udang, terutama limbahnya (kulit dan kepala udang, red.). Dan, para peternak bebek di wilayah itu, sering memberi makan binatang peliharaan mereka itu makanan bebek bercampur dengan limbah udang.

“Sebenarnya, telur asin rasa udang ini merupakan hasil eksperimen Helmy, dari suku dinas (sudin) peternakan Jakarta Utara. Ternyata, hasilnya, telur asin itu lebih enak dan gurih, serta warna kuningnya menjadi merah ranum. Lebih dari itu, tidak terlalu asin,” kata Ambar, yang memulai bisnisnya pada tahun 2000 dengan menjual telur puyuh. Flu burung memaksanya untuk beralih ke bisnis telur asin (biasa) pada tahun 2002, dengan modal Rp500 ribu.

Telur asin rasa udang ini, ia menambahkan, diproses dengan cara yang sama dengan pembuatan telur asin. Sedangkan, rasa udangnya muncul secara alamiah atau berasal dari telur yang dihasilkan bebek yang memakan campuran limbah udang. “Berdasarkan uji lab di laboratorium kesehatan masyarakat Institut Pertanian Bogor, telur asin rasa udang ini mengandung protein, kalsium, dan betakarotine lebih tinggi daripada telur asin biasa. Selain itu juga mengandung omega-3, fosfor, zat besi, dan vitamin,” jelas kelahiran Purworejo, Jawa Tengah, hampir 54 tahun silam ini.

Awalnya, ia hanya memproduksi 50 butir yang dijajakan secara door to door. “Modalnya Rp50 ribu, lakunya Rp10 ribu. Tapi, saya tetap semangat, hingga akhirnya muncul perkembangan menggembirakan yaitu saya bisa mengikuti berbagai pameran secara gratis atas rekomendasi sudin setempat atau sharing dengan teman-teman. Melalui pameran-pameran inilah, saya mendapat pesanan hingga ke Tangerang, Cirebon, dan sebagainya dengan kuantitas 300–400 butir per hari dengan harga per butirnya Rp2.500,-,” tutur Ambar, yang setiap 2–3 bulan sekali mengirim sebanyak 3.000 butir telur asin rasa udang ke Malaysia.

Beberapa bulan lalu, dengan hasrat ingin lebih maju lagi dan modal Rp2 juta, sarjana D-2 jurusan matematika Pendidikan Guru Sekolah Lanjutan Pertama (PGSLP) Purworejo ini, membuat telur asin rasa udang herbal yaitu dengan menambahi telur asin rasa udang dengan teh hijau, akar alang-alang, daun salam, dan daun dewa. Proses pembuatannya sama saja dengan telur asin rasa udang, tapi setelah itu telur bebek tersebut dibalut dengan tanah yang telah dicampur dengan rebusan tumbuh-tumbuhan tersebut di atas.

“Pola pikir saya mengatakan bahwa kalau garam saja bisa menembus kulit telur, kemungkinan herbal pun bisa. Faktanya, memang begitu. Rasanya juga enak kok,” ujar peraih juara kedua dalam produk unggulan se-Jakarta Utara (tahun 2005), juara satu UKM berprestasi (tahun 2006), dan juara harapan dua UKM berprestasi se-DKI (tahun 2007) ini. Berdasarkan uji lab, telur asin rasa udang herbal ini memiliki kandungan kalori, protein, dan betakarotine lebih tinggi ketimbang telur asin rasa udang. Selain itu, telur asing rasa udang herbal kandungan lemaknya cuma 7,19 (kandungan lemak pada telur asin rasa udang 13,6, red.).

Ulasan selengkapnya dapat dibaca di Majalah Pengusaha edisi 88/2008.

© 2009 Majalah Pengusaha - Peluang Usaha dan Solusinya

PELUANG USAHA

Sarung Sepatu Anti Air di Musim Hujan, Uang Terus Mengalir

Gunarso, Sarung Sepatu Anti Hujan DRMeskipun hanya elemen kecil bagi pengendara motor, sarung sepatu anti air buatan Gunarso menguasai pasar Indonesia bahkan tembus Australia. Fisamawati

Ketika musim hujan tiba, para pengendara sepeda motor sering dibuat jengkel. Apalagi, jika saat itu si pengendara sepeda motor tengah dikejar waktu untuk menyelesaikan pekerjaan, memaksanya untuk menembus derasnya hujan. Tak ada pilihan selain ‘berhujan ria’ dengan kondisi basah kuyup sesampainya di tempat tujuan.

Tetapi kondisi ini jelas merugikan si pengendara sepeda motor. Selain pakaian basah, sepatu pun bisa terkena dampaknya. Meski sepatu berada di bagian bawah tubuh, tetapi memiliki nilai ketika hendak bertemu relasi. Kondisi basah dan lembab, jelas bukan kondisi yang menyenangkan. Oleh karena itu, sarung sepatu anti air merupakan langkah tepat untuk mengatasinya.

Walaupun masih terdengar asing di telinga karena belum memasyarakat, bahkan di kalangan pengendara sepeda motor sekalipun. Tetapi keberadaan sarung sepatu anti air atau akrab dengan sebutan sarung sepatu anti hujan ini sangat penting, agar saat melintasi jalan dengan kondisi hujan, sepatu tetap kering. Sarung sepatu anti hujan, sangat bermanfaat bagi mereka yang bekerja di lapangan, utamanya saat musim hujan.

Kondisi di atas mengilhami Gunarso, belajar dari pengalamannya yang juga berprofesi sebagai karyawan di salah satu perusahaan telekomunikasi dan merasa risih jika musim hujan tiba, membentuk tekadnya untuk membuat sarung sepatu anti hujan. “Iya, jika musim hujan biasanya jalan tergenang air dan becek. Dan bagi pengendara motor yang mayoritas ingin berangkat kerja, jelas ini menjadi kendala. Sepatu kotor atau basah, jelas ini bukan kondisi nyaman untuk bekerja,” keluhnya saat memulai percakapan.

Di bawah label DR yang diambil dari huruf depan nama kedua anaknya- Daffa dan Rayyan, ia memulai usaha sejak Desember 2006 silam kemudian melakukan pemasaran awal 2007. Hasilnya, kini sarung sepatu anti hujan buatannya mampu terjual hingga 10 kodi atau 200 pasang per bulannya padaa saat musim hujan, seperti bulan September dan Oktober. Berbeda jika musim kemarau, sarung sepatu anti hujan meski masih diminati pengendara motor, namun untuk jumlah banyaknya permintaan sekitar 3 kodi setara dengan 60 pasang sepatu.

“Memang musim hujan bisa mendongkrak jumlah penjualan sarung sepatu. Waktu mulai memasarkannya, saya sedikit kesulitan. Karena, mayoritas pengendara motor belum banyak yang tahu kegunaan sarung sepatu tersebut,” kata suami Haulaini. Sulitnya memasarkan produk sarung sepatu ciptaannya, Gunarso pun terjun langsung ke lapangan mempromosikan sarung sepatu yang terbuat dari water proof. Dengan kegigihan berusaha, waktu itu, ia memajang produk sarung sepatu di pinggir jalan. Ditambah, memasarkannya di tempat-tempat strategis- misalnya parkiran motor.

Ia menambahkan, saat dipasarkan ke publik, banyak yang melirik dengan penasaran bahkan tak tanggung-tanggung bertanya langsung kepadanya. Kesabaran pun dituntut, sedikit demi sedikit, ia memberikan sosialisasi kepada pengendara motor mengenai sarung sepatu yang dipamerkan di atas mobil pribadinya. Biasanya, pertanyaan umum yang terlontar seputar kegunaan sarung sepatu tersebut serta aman tidaknya digunakan saat mengendarai motor.

Sarung Sepatu Anti Hujan DR“Keamanan dapat terjamin. Ketahanan dalam manufer berkendara tidak akan terganggu meskipun menggunakan sarung sepatu. Ukurannya yang all size, pengendara dengan leluasa dapat pindah dari gigi satu ke gigi lainnya secara mudah. Keamanan berkendara pun didukung oleh bahan bagian telapak sarung sepatu yang terbuat dari karet, sehingga bersifat elastis dan fleksibel. Bentuk pola teksturnya pun mengikuti sepatu aslinya. Jadi tak perlu khawatir terpeleset,” imbuh Gunarso.

Dikatakan pria lulusan S2 Jurusan Teknik Industri, Universitas Indonesia ini, investasi usaha yang ditanamkannya berkisar Rp 4 juta. Biaya tersebut ia gunakan untuk membeli perlengkapan bahan sarung sepatu atau biasa disebut bahan 420, karet untuk bagian telapak, tali, dan elemen lainnya. Sedangkan sistem produksi bersifat borongan, dalam artian semua pekerja tidak tetap dan bekerja ketika ada orderan. Gunarso pun jitu memperhitungkan biaya operasional dan produksi, maka ia pun enggan membuat konveksi sendiri. “Pasti investasinya jauh lebih besar karena harus membeli mesin produksi, nantinya jauh lebih berisiko,” ungkapnya tegas.

Dengan produksi 500 pasang setiap bulannya, sarung sepatu anti hujan yang didesain dari ide kreatifnya, kini mampu tembus ke wilayah Jabodetabek, Cianjur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera, Batam, Riau, Bengkulu, Medan, Kalimantan, Sulawasi Tengah, dan Poso. Dan baru-baru ini, ada permintaan dari Australia untuk pengadaan sarung sepatu anti hujan ini. Hanya saja, permintaan luar negero tersebut harus mengganti bahan telapak karet yang lebih tebal untuk meyakinkan dari segi safety-nya. “Ini sedang saya lakukan, begitu juga dengan bentuk desain sekarang ini. Saya sedang membuat desain barunya,” akunya yang terbuka menerima masukan dari pengguna produknya.

Menggabungkan tempat usaha dengan hunian pribadi di Perumahan Bukit Rivaria Depok, Gunarso optimis usahanya memiliki peluang, meski terpengaruh faktor cuaca. Dengan analisa kasar bertambahnya populasi pengendara motor setiap tahunnya maka memberikan celah bagi sarung sepatu anti hujan. Belum lagi, masih jarangnya pengendara motor yang menggunakan sarung sepatu tersebut. Sedangkan, menurutnya, produk yang dibuatnya baru berkisar ribuan pasang, jadi dinilai tidak sebanding dengan populasi yang ada.

Sekalipun ada beberapa kompetitor di bisnis sejenis, ia tetap berkeyakinan, produk berlabel ‘DR’ mampu bersaing. “Pengguna lebih menyukai produk ‘DR’ karena harga yang ditawarkan jauh lebih murah. Saya pun tak perlu khawatir, biasanya pesanan pun datang dari dealer-dealer motor terkenal. Namun, untuk labelnya diganti dengan brand motor tersebut. Mereka pesan biasanya untuk souvenir jika ada pembeli baru atau untuk hadiah,” terangnya yang menjual produknya seharga Rp 20 ribu per pasang..

Ditambahkan, untuk perawatan sarung sepatu sangat mudah. Hanya cukup dicuci dan dikeringkan di bawah panas matahari setelah digunakan. Ini untuk menghindari kelembaban akibat terkena air hujan. Rasanya, membuat dan merawat sarung sepatu anti hujan tidak sulit. Mau mencoba?

Jika ingin mengutip/menyebarluaskan artikel ini harap mencantumkan sumbernya.

© 2009 Majalah Pengusaha - Peluang Usaha dan Solusinya